Postingan

Rabu, 23 Desember 2020

Lelah

 Semua orang pasti pernah lelah.

Setiap hari kita dihadapkan pada aktivitas yang tidak sedikit menguras tenaga sehingga membuat kita lelah setelah beraktivitas.


Ada orang lelah setelah bekerja seharian di depan layar laptopnya untuk menyelesaikan administrasi perusahaan.

Petani lelah setelah bekerja di sawah membajak tanah hingga menanam.

Sopir lelah setelah seharian penuh mengantar penumpang ketempat tujuan.

Seorang mahasiswa/ siswa lelah setelah seharian duduk dan berdiskusi bergulat dengan teori.


Kita pasti lelah.

Lantas, wajar jika memperbaiki diri juga lelah. Karna memperbaiki diri pasti menguras waktu, tenaga dan pikiran.


Tanda tanya tak hengkang dari kepala. Sederet buku tips memperbaiki diri pun tak luput jadi senjata mencari jawabannya. Atau bertemu seorang yang di percaya bisa menjawabnya. 


Berdiskusi jadi cara yang paling ampuh untuk bertukar pikiran dan menuangkan kegelisahan yang larut dalam keinginan untuk berusaha memperbaiki diri.


Kita semuanya pasti ingin di kenang jadi orang baik. Ingin di kenang sebagai orang yang penyayang. Di kenang sebagai orang yang bisa di percaya ucapannya. Kita pasti ingin dikenang jadi orang baik, bukan?


Namun semua manusia  tak pernah luput dari dosa. Ketika kita berada dalam tahap pertumbuhan, dari bayi hingga dewasa, mestinya ada salah dan khilaf yang kita lakukan. Entah itu khilaf yang di sengaja atau tidak disengaja. 


Khilaf yang tidak di sengaja, contoh nya ketika kita tak sadar bahwa ucapan, nada bicara kita ternyata penyakit hati orang tua. Kita sering menolak jika di minta tolong oleh orang tua. Kekhilafan itu sering tak kita sadari dan menganggapnya adalah suatu kewajaran. 


Maka cobalah buka mata dan hari kita, bahwa orang yang pertama melihat kita di dunia adalah orang tua. Orang yang melahirkan kita di dunia adalah orang tua kita terutama ibu kita. Orang yang mencukupi biaya hidup kita adalah orang tua. Orang yang rela kelaparan demi agar kita bisa makan adalah orang tua kita. Maka wajar jika derajat orang tua kita di samakan dengan surga. Terutama ibu. 


Sedangkan khilaf yang di sengaja seperti saat kita tau bahwa berbohong itu adalah suatu perbuatan yang di larang oleh agama dan pasti merugikan orang lain, tapi kita tetap saja melakukannnya. Kenapa? Karna kita merasa jika kebenaran di sampaikan maka kita akan berada dalam masalah. Namun mengatasnamakan agar tidak terkena masalah dengan berbohong malah menjadikan diri kita di hantui oleh rasa takut yang datang terus menerus selama kebenaran itu belum tersampaikan.


Kita yang inginnya hidup tenang pun jadi selalu bergelut dengan ketakutan-ketakutan jika kebenaran itu terkuak di hadapan banyak orang. Lagi-lagi menyembunyikan kebenaran dengan dalih untuk menyelamatkan diri sendiri tidaklah di benarkan. Maka mulailah belajar jujur sedini mungkin. Jika hari ini kita belum bisa jujur dengan diri sendiri. Mak mulailah jujur pada diri sendiri. Jika saat ini kita belum bisa jujur dengan orang tua kita. Maka belajarlah untuk tidak menyimpan rahasia yang dapat merugikan diri kita nantinya. Jika kita saat ini tidak bisa jujur pada masyarakat, teman kita. Maka cobalah untuk tidak menebarkan berita atau beropini yang dapat menyebarkan kebencian.


Sekecil apapun masalah, jangan pernah berbohong. Jangan jadikan dalih 'demi kebaikan' menjadi alasan. Karna tak ada kebaikan dari suatu perbuatan menyembunyikan kebenaran. Sekalipun itu untuk kepentingan segolongan atau bahkan individu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Saat muslimah mulai jatuh cinta

Cerita Epa Pariyanti, Pertukaran Mahasiswa Merdeka, Angkatan 1

  BERTUKAR SEMENTARA BERMAKNA SELAMANYA (Doc. acara pelepasan mahasiswa PMM dengan menggunakan baju adat daerah m...